- Hewan yang Mendekati Kepunahan
Setiap makhluk hidup mempunyai ciri-ciri tubuh
yang sangat menarik jika kita perhatikan, karena alat-alat tubuh baik luar atau
organ tubuh bagian dalam disesuaikan dengan tempat hidupnya. Lingkungan yang
ditempati makhluk hidup untuk melakukan kegiatan disebut habitat. Untuk dapat
melangsungkan hidupnya, setiap makhluk hidup memerlukan habitat yang sesuai.
Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan habitat sehingga tidak
cocok/sesuai lagi dengan makhluk hidupnya. Perubahan lingkungan dapat terjadi
secara alamiah. Misalnya gunung meletus, musim, pergantian siang dan malam,
perubahan lingkungan, dan akibat perbuatan manusia, misalnya perburuan hewan,
penebangan hutan, pembangunan jalan, dan bendungan. Karena perubahan lingkungan
ini maka terjadi perubahan jumlah individu yang menempati suatu daerah
tertentu. Maka sekarang dikenal adanya istilah hewan dan tumbuhan langka atau
mendekati kepunahan. Hewan dan tumbuhan langka dan mendekati kepunahan biasanya
dilindungi oleh pemerintah dalam suatu tempat perlindungan karena jumlahnya di
alam bebas sedikit.
Hewan yang Mendekati
Kepunahan :
Jalak Bali
Jalak bali termasuk
burung yang memiliki bulu yang indah, karena keindahannya burung ini banyak
ditangkap oleh pemburu liar untuk dijual atau dipelihara sendiri. Sehingga
sekarang jumlah burung ini di alam bebas semakin berkurang. Penurunan jumlah
jalak bali disebabkan karena habitat tempat burung ini berlindung dan
berkembang biak mulai menyempit seiring dengan semakin meningkatnya penebangan
hutan. Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan: | Animalia | |||||||||||||||||||||||||||
Filum: | Chordata | |||||||||||||||||||||||||||
Kelas: | Aves | |||||||||||||||||||||||||||
Ordo: | Passeriformes | |||||||||||||||||||||||||||
Famili: | Sturnidae | |||||||||||||||||||||||||||
Genus: | Leucopsar Stresemann, 1912 | |||||||||||||||||||||||||||
Spesies: | L. rothschildi |
Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi undang-undang.
Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912.
Karena penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu burung yang paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi burung ini cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini sampai terjadi, sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak Bali.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dengan
nama lokal Jalak Bali, Curik Putih, Jalak Putih Bali merupakan salah
satu satwa yang terancam punah dan endemik yang ada di Indonesia
tepatnya di pulau Bali, dengan sebaran terluasnya antara Bubunan
Buleleng sampai ke Gilimanuk, namun pada saat ini terbatas pada kawasan
Taman Nasional Bali Barat tepatnya di Semenanjung Prapat Agung dan
Tanjung Gelap Pahlengkong yang habitatnya bertipe hutan mangrove, hutan
pantai, hutan musim dan savana.
Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
- Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));